"Bagi sebagian orang, liburan mungkin adalah sesuatu yang biasa saja, kadang menyenangkan, kadang membosankan."
Berhubung bulan lalu aku baru saja selesai menikmati indahnya liburan *ceritanya mau pamer*, kali ini aku ingin sedikit bercerita tentang apa-apa saja yang telah terjadi di kala itu. Mungkin nih ada *kampret* yang bertanya-tanya, "Kok tumben orang kere bisa liburan?", atau "Liburan kok enggak kasih kabar?" *siapa elu, nyet?*
Oke, begini ceritanya.
Entah sejak kapan aku mulai punya hobi baru, yaitu "streaming" radio online. Kenapa mesti streaming? Kenapa enggak via radio biasa? Karena radio yang kucinta itu adanya di Jogja sana, jauh banget kan dari Bali? Enggak mungkin bisa kalau pakai metode biasa, frekuensinya enggak bakal sampai.
"Ibarat mau basa-basi sama mantan, enggak mungkin bisa kecuali lewat telepon, soalnya muka elu bikin dia mau muntah." *curhat*
Singkatnya, di radio ini ada seorang penyiar yang sering kali kusapa lewat SMS request, sebut saja dia Bunga *nama disamarkan*. Bunga ini adalah teman SD-nya temanku di kantor, dari sinilah ide itu muncul di pikiranku, "Jogja, yuk?".
Awalnya temanku ini enggak mau, tapi setelah kupaksa dia pun setuju untuk liburan ke Jogja, dan tanpa ada persiapan macam-macam akhirnya tiket pulang-pergi untuk tiga orang terbeli *satu ekor teman penghibur ikut*.
Entah sejak kapan aku mulai punya hobi baru, yaitu "streaming" radio online. Kenapa mesti streaming? Kenapa enggak via radio biasa? Karena radio yang kucinta itu adanya di Jogja sana, jauh banget kan dari Bali? Enggak mungkin bisa kalau pakai metode biasa, frekuensinya enggak bakal sampai.
Singkatnya, di radio ini ada seorang penyiar yang sering kali kusapa lewat SMS request, sebut saja dia Bunga *nama disamarkan*. Bunga ini adalah teman SD-nya temanku di kantor, dari sinilah ide itu muncul di pikiranku, "Jogja, yuk?".
Awalnya temanku ini enggak mau, tapi setelah kupaksa dia pun setuju untuk liburan ke Jogja, dan tanpa ada persiapan macam-macam akhirnya tiket pulang-pergi untuk tiga orang terbeli *satu ekor teman penghibur ikut*.
16 Oktober 2013, Hari yang Ditunggu
Tibalah kita di hari keberangkatan, sesuai firasatku: "Mana ada sih perusahaan yang akan membiarkan tiga ekor karyawannya cuti di hari yang sama untuk jangka waktu yang panjang?" Kami pun mendapat teguran keras di kantor karena pergi di saat kerjaan lagi banyak-banyaknya. Tapi, karena tiketnya sudah terbeli ya kami pergi saja. *minta dipecat*
Tibalah kita di hari keberangkatan, sesuai firasatku: "Mana ada sih perusahaan yang akan membiarkan tiga ekor karyawannya cuti di hari yang sama untuk jangka waktu yang panjang?" Kami pun mendapat teguran keras di kantor karena pergi di saat kerjaan lagi banyak-banyaknya. Tapi, karena tiketnya sudah terbeli ya kami pergi saja. *minta dipecat*
Kami bertiga berangkat dari Perum Damri Denpasar sekitar jam 3 sore menggunakan bus, berjam-jam menahan muntah, menyeberang lautan menuju tanah Banyuwangi.
Dari Banyuwangi kami naik kereta menuju stasiun Gubeng Surabaya. Ini adalah pertama kalinya aku naik kereta api, sekaligus pertama kalinya merasakan kelas eksekutif yang menentramkan hati; di sini tidak ada penumpang yang bawa ayam, bebek, dan segala jenis binatang yang tidak mungkin kusebut satu per satu. Dan yang tidak kalah penting yaitu: TIDAK ADA PEROKOK!
Tragedi Stasiun Gubeng
Kami tiba di stasiun Gubeng jam 5 subuh, sedangkan kereta selanjutnya baru tiba jam 8 pagi, otomatis kami harus menunggu 3 jam di stasiun. Bingung dong, ada jeda waktu 3 jam, mau dipakai untuk tidur pun ini sudah pagi. Aku pun sibuk mondar-mandir, sekalian inspeksi toilet di stasiun ini. Di luar dugaan, masyarakat sedang mengantre, menunggu giliran masuk ke toliet. Nah, karena enggak ada kerjaan aku pun ikut mengantre. Hingga giliranku pun tiba, bapak-bapak yang keluar dari toilet mendekat dan terucaplah kalimat berkesan ini dari mulutnya:
"Itunya belum saya siram, airnya habis!"
Jahanam sekali, Anda! Setelah mengantre begitu lama, menunggu bermenit-menit di antara kerumunan yang enggak jelas, bau dan penuh sesak, terus aku mesti disambut kotoran yang penuh dosa ini?! Bodo amat! Tinja dan para pewarisnya kutinggalkan dengan segera, biarkan saja mereka yang siram. Titik!
Tak lama setelah kejadian hina tersebut, di area stasiun mulai terdengar suara petikan gitar, ternyata sedang ada live music. Wow! Kerennya lagi kita bisa request mau lagu apa. Dan kebetulan sekali, tanpa diminta pun mereka menyanyikan: "Jogjakarta".
Kota Tujuan
Dari Banyuwangi kami naik kereta menuju stasiun Gubeng Surabaya. Ini adalah pertama kalinya aku naik kereta api, sekaligus pertama kalinya merasakan kelas eksekutif yang menentramkan hati; di sini tidak ada penumpang yang bawa ayam, bebek, dan segala jenis binatang yang tidak mungkin kusebut satu per satu. Dan yang tidak kalah penting yaitu: TIDAK ADA PEROKOK!
Tragedi Stasiun Gubeng
Kami tiba di stasiun Gubeng jam 5 subuh, sedangkan kereta selanjutnya baru tiba jam 8 pagi, otomatis kami harus menunggu 3 jam di stasiun. Bingung dong, ada jeda waktu 3 jam, mau dipakai untuk tidur pun ini sudah pagi. Aku pun sibuk mondar-mandir, sekalian inspeksi toilet di stasiun ini. Di luar dugaan, masyarakat sedang mengantre, menunggu giliran masuk ke toliet. Nah, karena enggak ada kerjaan aku pun ikut mengantre. Hingga giliranku pun tiba, bapak-bapak yang keluar dari toilet mendekat dan terucaplah kalimat berkesan ini dari mulutnya:
"Itunya belum saya siram, airnya habis!"
Jahanam sekali, Anda! Setelah mengantre begitu lama, menunggu bermenit-menit di antara kerumunan yang enggak jelas, bau dan penuh sesak, terus aku mesti disambut kotoran yang penuh dosa ini?! Bodo amat! Tinja dan para pewarisnya kutinggalkan dengan segera, biarkan saja mereka yang siram. Titik!
Tak lama setelah kejadian hina tersebut, di area stasiun mulai terdengar suara petikan gitar, ternyata sedang ada live music. Wow! Kerennya lagi kita bisa request mau lagu apa. Dan kebetulan sekali, tanpa diminta pun mereka menyanyikan: "Jogjakarta".
Kota Tujuan
Singkat cerita, kami pun tiba
di Jogja. Kami menginap di rumah Alif, saudara jauhnya Adhit. Berkat mereka berdua, uang akomodasi jadi tersisihkan untuk keperluan lainnya. Terima kasih sebesar-besarnya kuucapkan kepada keluarga Alif yang bersedia menerima kami bertiga. :)
Malam Pertama
Karena masih lelah, di hari pertama kami hanya sanggup berwisata kuliner. Ini pun atas kebaikan keluarga Alif, kami diseret ke salah satu rumah makan yang sangat oke dan istimewa di Jogja, yaitu rumah makan Jejamuran.
Seperti namanya, di sini semua menu makanannya terbuat dari jamur, ada yang tahu rasanya jamur? Kalau enggak, ya biar kukasih tahu, rasanya itu benar-benar mirip seperti daging, hanya saja lebih lembut, enggak pernah kasar seperti mantan kamu!
Di sini, jamur benar-benar diolah menjadi berbagai jenis makanan; ada yang disatai, ada yang disemur, pokoknya macam-macam, dan rasanya itu enak pakai banget, apalagi dibayarin, hehe. *terima kasih keluarga Alif*
Seperti namanya, di sini semua menu makanannya terbuat dari jamur, ada yang tahu rasanya jamur? Kalau enggak, ya biar kukasih tahu, rasanya itu benar-benar mirip seperti daging, hanya saja lebih lembut, enggak pernah kasar seperti mantan kamu!
Di sini, jamur benar-benar diolah menjadi berbagai jenis makanan; ada yang disatai, ada yang disemur, pokoknya macam-macam, dan rasanya itu enak pakai banget, apalagi dibayarin, hehe. *terima kasih keluarga Alif*
Randy (kiri), Aku (tengah), Adhit (kanan). |
Malam Kedua
Karena hari ini adalah Jumat, maka sebagai calon imam yang baik dan taat kami pun pergi menunaikan shalat Jumat terlebih dahulu. Rencana jalan-jalan kami geser ke siang hari setelah ibadah, sedangkan paginya inspeksi ke pasar Beringharjo.
Pasar ini menyediakan berbagai jenis pakaian murah berkualitas, dan kalau sudah di sana pasti kamu akan bingung mau beli yang mana. Sedikit tips berbelanja di sana, "Tawarlah semurah-murahnya". Sebab, ada banyak sekali pedagang di sini, mereka adalah kompetitor satu sama lainnya, jadi enggak usah takut untuk memulai dengan harga yang sadis.
Usai jumatan kami pun bersiap menunaikan salah satu misi utama, yaitu wisata ke candi Prambanan. Dari sini aku bertemu dengan teman baru, namanya Hesti *nama tidak disamarkan*. Hesti ini adalah temannya Adhit, dia datang jauh-jauh ke rumah Alif untuk memandu kami menuju kebahagiaan. *eh*
Aku, Randy, Adhit, Alif, dan Hesti berangkat bersama menggunakan mobil, melaju menuju Prambanan. Tapi sebelumnya, masih ada satu orang lagi yang harus dijemput, dialah penyiar yang aku sebut-sebut sebagai Bunga itu. Panggil saja Raisa, nama lengkapnya Raisa Andriana. :p
Sesampainya di Prambanan, kami pun langsung membeli enam tiket masuk seharga Rp30.000 untuk satu tiketnya *totalnya hitung sendiri ya*. Nah, ada bagian yang masih aku enggak paham dengan tiketnya yang bentuknya bisa dibilang elit, tetapi hanya dipakai untuk tanda masuk saja, kemudian diambil petugasnya. Kupikir bisa dipakai sebagai uang elektronik gitu.
Pasar ini menyediakan berbagai jenis pakaian murah berkualitas, dan kalau sudah di sana pasti kamu akan bingung mau beli yang mana. Sedikit tips berbelanja di sana, "Tawarlah semurah-murahnya". Sebab, ada banyak sekali pedagang di sini, mereka adalah kompetitor satu sama lainnya, jadi enggak usah takut untuk memulai dengan harga yang sadis.
Usai jumatan kami pun bersiap menunaikan salah satu misi utama, yaitu wisata ke candi Prambanan. Dari sini aku bertemu dengan teman baru, namanya Hesti *nama tidak disamarkan*. Hesti ini adalah temannya Adhit, dia datang jauh-jauh ke rumah Alif untuk memandu kami menuju kebahagiaan. *eh*
Aku, Randy, Adhit, Alif, dan Hesti berangkat bersama menggunakan mobil, melaju menuju Prambanan. Tapi sebelumnya, masih ada satu orang lagi yang harus dijemput, dialah penyiar yang aku sebut-sebut sebagai Bunga itu. Panggil saja Raisa, nama lengkapnya Raisa Andriana. :p
Sesampainya di Prambanan, kami pun langsung membeli enam tiket masuk seharga Rp30.000 untuk satu tiketnya *totalnya hitung sendiri ya*. Nah, ada bagian yang masih aku enggak paham dengan tiketnya yang bentuknya bisa dibilang elit, tetapi hanya dipakai untuk tanda masuk saja, kemudian diambil petugasnya. Kupikir bisa dipakai sebagai uang elektronik gitu.
Tiket masuk, Tuan! |
Aku, Randy, Adhit, Alif, Hesti dan Raisa akhirnya masuk ke area candi, kami dipinjamkan kain sarung
bermotif batik hitam putih untuk dipakai *bukan untuk dibawa pulang ya*. Ini
adalah syarat jika mau memasuki area candi. Dan dengar-dengar juga nih, mitosnya kalau
ada yang masuk bersama pacar bisa jadi pasangan tersebut akan putus, sedangkan
kalau masuknya sama yang bukan pacar kelak suatu saat bakal jadian *dalam mimpi*.
Cuma mitos. |
Suasana di sekitar candi lumayan ramai, tapi entah kenapa kami jadi bingung mau melakukan apa selain jepret-jepretan. Kukira akan ada orang yang berjualan atau minimal tempat untuk sekedar duduk berduaan *hmm*. Tapi di sini cuma ada candi, jadi saranku jangan lupa bawa camilan dan teman-temannya biar kamu enggak tersesat sendirian di area candi yang begitu luas.
Oh iya, wisatawan juga diizinkan untuk masuk ke dalam candi. Jika kamu ingin masuk, maka petugas akan meminjamkan helm keselamatan. Helm ini wajib dipakai, sebab selain melindungi kepala, konon helm ini juga memiliki fungsi magis, yaitu melindungi hubungan kalian yang belum jelas. Ya barangkali batuan candi jatuh kena kepala, kasian dong yang belum nikah.
Oh iya, wisatawan juga diizinkan untuk masuk ke dalam candi. Jika kamu ingin masuk, maka petugas akan meminjamkan helm keselamatan. Helm ini wajib dipakai, sebab selain melindungi kepala, konon helm ini juga memiliki fungsi magis, yaitu melindungi hubungan kalian yang belum jelas. Ya barangkali batuan candi jatuh kena kepala, kasian dong yang belum nikah.
Pakai helm biar aman. |
Sepulangnya dari Prambanan,
kami berenam melanjutkan perjalanan ke sebuah kedai susu yang terkenal di
daerah Kaliurang, sebut saja Kalimilk. Di sini kamu boleh memesan susu segar *yaiyalah* atau makanan lainnya yang tersedia di menu. Kalau bingung
mau pesan apa, pesananku waktu itu risoles keju dan susu dingin pakai es
*ceritanya biar sama dengan teman sebelah*, cocok banget buat kamu yang ingin kelihatan berpasangan. *kode keras*
Makan minum romantis di Kalimilk. |
Malam Ketiga
Sebagai manusia normal, di pagi hari kami pun membutuhkan sarapan. Namun, karena ini edisi liburan, maka kami memilih cara yang tidak biasa. Pagi itu kami bertiga keluar dengan berjalan kaki menuju shelter Trans Jogja. Tahu shelter kan? Itu loh, tempat orang menunggu bus, tapi ini lebih kecil dan ada petugas yang mengurus pembayaran jika ingin naik. Di sini kami menunggu bus sekitar sepuluh menit, tujuan kami adalah mall di dekat pasar Beringharjo.
Nunggu di shelter. Tong sampah aja ada yang ngisi, masa hati kamu enggak? |
Sesampainya di mall, kami pun berkeliling tanpa ada hasil. Dengan perut kosong kami melanjutkan perjalanan menggunakan kaki, hingga akhirnya terhenti di depan istana presiden. Saat itu kebetulan sekali SBY (presiden kita) ada di sana dan sedang bersiap keluar, seketika jalanan dibersihkan dari lalu-lalang. Di dalam mobil berplat RI 1, beliau dikawal dengan sangat ketat.
Selang beberapa menit berjalan, secara tidak sengaja kami menemukan penjual mie ijo, yaitu mie yang terbuat dari sayuran. Dan akhirnya, misi sarapan kami pun selesai.
Selang beberapa menit berjalan, secara tidak sengaja kami menemukan penjual mie ijo, yaitu mie yang terbuat dari sayuran. Dan akhirnya, misi sarapan kami pun selesai.
Wisata berlanjut setelah
magrib, aku, Adhit, Randy, Alif dan Hesti meluncur bersama dengan motor menuju Taman Lampion di daerah Monjali (Monumen
Jogja Kembali). Tapi sayang, Raisa tidak bisa ikut karena besoknya harus siaran
pagi. Di Taman Lampion ada banyak sekali lampion dan orang pacaran, sangat
tidak disarankan buat yang jomblo untuk pergi ke sini *minta ditampar biar sadar
kalau diri ini juga jomblo*. Di sini juga ada banyak hiburan seperti; live accoustic, karaoke gratis di depan umum, kedai minum, flying fox, balon
mengapung yang bisa diisi dua orang, rumah hantu, dan berbagai hiburan lainnya yang enggak
bisa aku sebut satu per satu.
Beberapa menit setelahnya
hujan pun turun, sepertinya ada jomblo yang berdoa di suatu tempat. Gara-gara
doanya satu Jogja jadi apes. Parahnya lagi, listrik di Taman Lampion padam,
semua menjadi gelap dan makin enggak seru. Kami pun pergi meninggalkan taman ini.
"Karena belum ke Jogja namanya kalau belum ke Malioboro."
Kami melanjutkan perjalanan mencari angkringan di daerah Malioboro. Di sepanjang jalan ini, ada sekumpulan orang yang sepertinya dengan rutin memainkan angklung. Sungguh pemandangan yang jarang sekali kutemukan kalau bukan di Jogja.
Malam Keempat
Hari ini adalah hari terakhir, aku, Adhit, Randy, Alif, dan Hesti berjanji untuk bertemu di Sunmor jam enam pagi. Buat yang belum tahu, Sunmor itu sejenis pasar minggu pagi, banyak orang buka lapak gitu deh. Nah, di sini ada sedikit kejutan karena ternyata Raisa juga ikut *horee*.
Akhirnya lengkap sudah. |
Di Sunmor ini, ada satu momen
yang sedikit gimana gitu. Yaitu ketika kami mau membeli es goreng yang
dagangnya promosian pake speaker *lumayan keras*, kemudian Raisa nyeplak bilang
ke dagangnya kalau kita dari Bali, otomatis mas-mas penjual es gorengnya ngomong
di speaker, "Selamat datang teman kita yang dari Bali, jauh-jauh datang ke
sini untuk beli es goreng." Seketika semua orang liatin kami *serasa
artis*.
Lihat-lihat di Sunmor (cuma lihat). |
Oh iya, karena ini di Sunmor,
aku gak mau pulang dengan tangan kosong. Aku pun akhirnya membeli sebuah snake
rubik 3x3 yang terbuat dari kayu jati, Hesti membeli poster idolanya, Raisa
membeli gorden ungu untuk kontrakannya, dan yang lainnya? Yak, cuma nonton.
Sarapan. |
Seusai Sunmor-an, kami lanjut
mencari sarapan. Kemudian, aku pun melangkah di tempat yang selama ini tidak
pernah kubayangkan akan berada di dalamnya. RadioQ! Everyone favorite
station. Raisa mengajak kami ke tempat siarannya, di tempat ini aku menjadi
korban karena harus menunggu di sana sampai jam 1 siang, sementara Adhit, Alif,
dan Hesti meninggalkanku dengan alasan mereka belum mandi *tau sendiri kan aku
introvert, malah ditinggal*.
Setelah menunggu lama, aku, Raisa, dan Randy segera menuju Happy Puppies karena yang lain sudah berada di
sana. Kami putuskan untuk karaokean selama 2 jam karena tidak tahu lagi harus berwisata ke
mana.
Puas karaokean, kami pun mulai lapar. Bersama-sama kami pergi ke Raminten. Di sini tempatnya kental dengan adat jawa. Jika mau makan di sini,
kita harus booking terlebih dahulu agar bisa dicarikan tempat. Usainya, Raisa
pulang karena ada urusan, sedangkan kami pergi ke Mirota, di sana ada berbagai
jenis pernak-pernik yang cocok untuk dijadikan oleh-oleh.
Sepulangnya dari Raminten. |
Lelah sudah ke sana ke mari,
kami masih melanjutkan perjalanan. Kali ini kami berada di alun-alun kota Jogja. Suasana di sini begitu ramai *namanya juga alun-alun*. Kami beristirahat
di sini, di bawah bintang-bintang, di antara gelembung sabun yang berterbangan
terhembus angin *tiba-tiba jadi puitis*. Aku merasakannya, mereka semua lelah.
Sementara itu aku menatap sepasang beringin di tengah alun-alun. Konon, jika
bisa melewati di antara kedua beringin dengan mata tertutup maka akan menjadi
orang yang beruntung. Banyak sekali yang sedang mencobanya ketika aku di sana,
ternyata tidak sedikit juga yang gagal melewatinya.
Sekitar satu jam di
alun-alun, Raisa datang menyusul. Kadang gak tega juga dengan mereka yang sudah
luangin waktunya hampir seharian buat nemenin kami yang sedang berlibur di
sini. Tapi aku senang karena ada mereka liburan ini menjadi sempurna. Untuk sesaat
aku bisa melupakan masalah hati yang selama ini diam tak mau pergi *apasih*.
Tapi ketika aku sadar, sebentar lagi aku akan berpisah dengan mereka, mulutku
seakan terkunci. Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan bersama mereka,
entah apa kami akan bertemu kembali. Aku benar-benar merindukan mereka. Love you
guys!
Thankyu n' dont forget to smile!
Denpasar, 14 November 2013
Sadis Fotoku 2 kali do Crop
BalasHapusGak sengaja kena crop, wkwk.
Hapus