Bagi sebagian orang, liburan mungkin adalah sesuatu yang biasa saja, kadang menyenangkan, kadang membosankan.
Berhubung bulan lalu aku baru saja selesai menikmati indahnya liburan *ceritanya mau pamer*, kali ini aku ingin sedikit bercerita tentang apa aja yang terjadi waktu itu. Mungkin nih ada *kampret* yang bertanya-tanya, "Kok tumben orang kere bisa liburan?" atau "Liburan kok enggak kasih kabar?" *siapa elu, nyet?*
Oke, begini ceritanya.
Entah sejak kapan aku mulai punya hobi baru: "streaming" radio online. Kenapa mesti streaming? Kenapa enggak pakai radio biasa? Ya karena radio yang kucinta itu adanya di Jogja, sementara aku di Bali. Jauh banget, kan? Kalau pakai cara biasa, frekuensinya jelas enggak bakal sampai.
"Ibarat mau basa-basi sama mantan, enggak mungkin bisa kecuali lewat telepon, soalnya muka elu bikin dia mau muntah." *curhat*
Singkatnya, di radio ini ada seorang penyiar yang sering kusapa lewat SMS request. Sebut saja dia Bunga *nama disamarkan*. Nah, kebetulan Bunga ini ternyata teman SD-nya temanku di kantor. Dari sinilah ide itu tiba-tiba muncul di kepalaku, "Jogja, yuk?"
Awalnya, temanku ini ogah banget. Tapi setelah kupaksa, akhirnya dia setuju juga buat liburan ke Jogja. Tanpa banyak persiapan, tiket pulang-pergi untuk tiga orang pun terbeli. *sekalian nyeret dua manusia buat hiburan*
16 Oktober 2013, Hari yang Ditunggu
Tibalah hari keberangkatan. Sesuai firasatku: "Mana ada sih perusahaan yang rela melepas tiga ekor karyawannya cuti barengan dalam waktu lama?" Dan benar saja, kami langsung kena teguran keras di kantor karena nekat pergi di tengah kerjaan yang lagi numpuk. Tapi, ya namanya juga tiket sudah terbeli, jadi tetap berangkat dong. *minta dipecat*
Kami bertiga berangkat dari Perum Damri Denpasar sekitar jam 3 sore naik bus. Berjam-jam menahan muntah, lalu menyeberangi lautan menuju tanah Banyuwangi.
Dari Banyuwangi, kami lanjut naik kereta menuju Stasiun Gubeng, Surabaya. Ini pertama kalinya aku naik kereta api, sekaligus pertama kalinya merasakan kelas eksekutif yang menentramkan hati. Enggak ada penumpang yang bawa ayam, bebek, atau segala jenis binatang lain yang enggak mungkin kusebut satu per satu. Dan yang paling penting: TIDAK ADA PEROKOK!
Tragedi Stasiun Gubeng
Kami tiba di Stasiun Gubeng jam 5 subuh, sementara kereta selanjutnya baru datang jam 8 pagi. Otomatis, kami harus menunggu tiga jam di stasiun. Bingung dong, mau tidur juga nanggung—ini udah pagi. Akhirnya, aku iseng mondar-mandir sekalian inspeksi toilet di stasiun. Ternyata, di luar dugaan, ada antrean panjang orang yang sabar menunggu giliran. Karena enggak ada kerjaan, yaudah, aku ikut antre aja. Hingga akhirnya giliranku tiba. Saat itu, seorang bapak-bapak keluar dari toilet, mendekat, lalu dengan wajah penuh makna, ia mengucapkan kalimat yang sampai sekarang masih terngiang di kepalaku...
Itunya belum saya siram, airnya habis!
Sialan! Setelah mengantre begitu lama, berdiri di antara kerumunan yang bau, sumpek, dan enggak jelas, aku malah disambut oleh... kotoran yang penuh dosa ini?! Bodo amat! Tinja dan para pewarisnya kutinggalkan begitu saja. Biar mereka yang siram. Titik!
Tak lama setelah tragedi hina itu, suasana di stasiun mulai mencair. Dari kejauhan, terdengar petikan gitar—ternyata ada live music! Yang bikin tambah seru, kita bisa request lagu. Tapi ajaibnya, tanpa diminta, mereka langsung menyanyikan lagu Jogjakarta.
Kota Tujuan
Singkat cerita, kami akhirnya tiba di Jogja! Kami menginap di rumah Alif, saudara jauhnya Adhit. Berkat mereka berdua, uang akomodasi bisa dialihkan buat keperluan lain.
Terima kasih sebesar-besarnya untuk keluarga Alif yang dengan baik hati menerima kami bertiga.
Malam Pertama
Karena masih lelah, di hari pertama kami cuma sanggup wisata kuliner. Itu pun berkat kebaikan keluarga Alif, yang tanpa babibu langsung menyeret kami ke salah satu rumah makan paling oke dan istimewa di Jogja yaitu resto Jejamuran.
Sesuai namanya, semua menu di sini terbuat dari jamur. Ada yang belum pernah coba jamur? Kalau belum, sini biar aku kasih tahu—rasanya mirip banget sama daging! Bedanya, lebih lembut dan enggak pernah sekasar mantan kamu!
Di sini, jamur diolah jadi berbagai macam makanan—ada yang disate, disemur, dan masih banyak lagi. Rasanya? Enak pakai banget! Apalagi kalau gratisan. Hehe.
![]() |
Randy (kiri), Aku (tengah), Adhit (kanan). |
Malam Kedua
Karena hari ini Jumat, maka sebagai calon imam yang baik dan taat, kami tentu saja menunaikan shalat Jumat dulu. Rencana jalan-jalan pun kami geser ke siang hari setelah ibadah, sementara paginya diisi dengan inspeksi ke Pasar Beringharjo.
Pasar ini penuh dengan berbagai jenis pakaian murah berkualitas, dan begitu masuk, dijamin bakal bingung mau pilih yang mana. Sedikit tips buat belanja di sini: "Tawarlah semurah-murahnya!" Kenapa? Karena para pedagang di sini adalah kompetitor satu sama lain. Jadi, enggak usah ragu buat mulai dengan harga yang sadis. Mereka udah biasa.
Lanjut..
Usai Jumatan, kami bersiap menunaikan salah satu misi utama: wisata ke Candi Prambanan. Di sinilah aku bertemu dengan teman baru, namanya Hesti (nama tidak disamarkan). Hesti ini temannya Adhit, dan dengan penuh keikhlasan, dia datang jauh-jauh ke rumah Alif demi satu tujuan mulia—memandu kami menuju kebahagiaan. *eh*
Aku, Randy, Adhit, Alif, dan Hesti berangkat bersama naik mobil, melaju menuju Prambanan. Tapi tunggu, masih ada satu orang lagi yang harus dijemput—si penyiar yang sejak tadi kusebut-sebut sebagai Bunga. Panggil saja dia Raisa. Nama lengkapnya? Raisa Andriana. *iyain aja biar cepat*
Begitu sampai di Prambanan, kami langsung membeli enam tiket masuk seharga Rp30.000 per orang (totalnya hitung sendiri ya). Tapi ada satu hal yang bikin aku heran—tiketnya ini bentuknya bisa dibilang elit, kelihatan mahal gitu. Tapi ternyata, cuma dipakai buat tanda masuk doang, terus diambil sama petugasnya.
![]() |
Tiket masuk, Tuan! |
Aku, Randy, Adhit, Alif, Hesti, dan Raisa akhirnya masuk ke area candi. Sebelum itu, kami dipinjamkan kain sarung bermotif batik hitam putih untuk dipakai (bukan untuk dibawa pulang ya, jangan harap!). Ini memang syarat wajib buat masuk ke area candi. Oh iya, katanya ada mitos di sini—kalau masuk bareng pacar, bisa-bisa nanti putus. Tapi kalau masuknya sama yang bukan pacar, suatu saat bakal jadian... dalam mimpi.
![]() |
Cuma mitos. |
Suasana di sekitar candi lumayan ramai, tapi entah kenapa kami malah bingung mau ngapain selain jepret-jepretan. Kukira bakal ada yang jualan atau minimal tempat buat duduk berduaan *uhuk* *bukan berempat*, tapi ternyata di sini cuma ada candi dan... candi lagi. Jadi, buat yang mau ke sini, jangan lupa bawa camilan dan teman-temannya biar enggak tersesat sendirian di area candi yang luas banget ini. Serem kalau tiba-tiba ilang terus jadi legenda. Kwkwk.
Oh iya, wisatawan juga diizinkan masuk ke dalam candi. Tapi sebelum itu, petugas akan meminjamkan helm keselamatan. Helm ini wajib dipakai, bukan cuma buat melindungi kepala, tapi juga buat jaga-jaga—takutnya bukan cuma batu candi yang runtuh, tapi juga hubungan kalian. *runtuh sebelum dibangun*
![]() |
Pakai helm biar bisa lanjut. |
Sepulang dari Prambanan, kami berenam melanjutkan perjalanan ke sebuah kedai susu yang cukup terkenal di daerah Kaliurang—sebut saja Kalimilk. Di sini, pilihan menu utamanya tentu saja susu segar *yaiyalah*, tapi ada juga berbagai camilan buat nemenin susunya. Setelah bolak-balik lihat menu (dan pura-pura mikir biar kelihatan keren), akhirnya aku pesan risoles keju dan susu dingin pakai es—ceritanya biar kompak sama teman sebelah. *kode keras* *tapi enggak peka*
![]() |
Sebelah mana? |
Malam Ketiga
Sebagai manusia normal, di pagi hari kami tentu butuh sarapan. Tapi karena ini edisi liburan, kami memilih cara yang agak beda. Bukannya langsung cari tempat makan, kami bertiga malah jalan kaki dulu menuju shelter Trans Jogja. Tahu shelter kan? Itu loh, tempat orang nunggu bus—tapi versi mini, lengkap dengan petugas yang ngurus pembayaran kalau mau naik. Setelah sekitar sepuluh menit menunggu, akhirnya bus datang. Tujuan kami? Sebuah mall di dekat pasar Beringharjo. Kenapa ke mall buat sarapan? Ya… biar beda aja.
![]() |
Nunggu di shelter. Tong sampah aja ada yang ngisi, masa hati kamu enggak? |
Sesampainya di mall, kami pun berkeliling... tanpa hasil. Perut masih kosong, tapi tempat makan yang dicari enggak ketemu juga. Akhirnya, kami lanjut jalan kaki tanpa arah yang jelas—sampai tiba-tiba berhenti di depan Istana Presiden. Kebetulan banget, saat itu Pak SBY (presiden kita) sedang ada di sana dan bersiap keluar. Seketika, jalanan langsung dibersihkan dari lalu-lalang. Mobil berplat RI 1 itu melintas dengan pengawalan super ketat, bikin kami yang tadinya nyari sarapan malah jadi saksi momen kepresidenan.
Setelah beberapa menit berjalan tanpa tujuan, tiba-tiba kami menemukan sesuatu yang menarik—penjual mie ijo! Mie ini terbuat dari sayuran, jadi setidaknya ada alasan buat merasa sedikit lebih sehat. Tanpa pikir panjang, kami pun mampir dan akhirnya misi sarapan yang sempat tertunda resmi tuntas.
Kemudian..
Wisata kami berlanjut selepas magrib. Aku, Adhit, Randy, Alif, dan Hesti berboncengan naik motor menuju Taman Lampion di kawasan Monjali (Monumen Jogja Kembali). Sayangnya, Raisa tidak bisa ikut karena besok harus siaran pagi. Di Taman Lampion, suasana begitu semarak dengan lampion-lampion cantik dan pasangan yang bertebaran di setiap sudut. Jujur saja, tempat ini kurang ramah untuk para jomblo *minta ditampar biar sadar kalau diri ini juga jomblo*. Selain pemandangan romantis, ada banyak hiburan yang bisa dinikmati di sini, seperti live acoustic, karaoke gratis di depan umum, kedai minuman, flying fox, balon mengapung untuk dua orang, rumah hantu, dan masih banyak lagi yang tak bisa kusebut satu per satu.
Beberapa menit kemudian, hujan turun begitu saja—sepertinya ada jomblo yang berdoa di suatu tempat. Gara-gara doanya, satu Jogja kena apes. Yang lebih parah, listrik di Taman Lampion tiba-tiba padam, membuat suasana berubah total, dari romantis jadi suram. Semua gelap, keseruan pun langsung hilang. Akhirnya, kami memutuskan untuk pergi dan meninggalkan taman ini.
Karena belum ke Jogja namanya kalau belum ke Malioboro.
Kami melanjutkan perjalanan mencari angkringan di daerah Malioboro. Sepanjang jalan, kami melihat sekelompok orang yang tampaknya rutin memainkan angklung. Sungguh pemandangan yang jarang kutemui di luar Jogja.
Setelah berkeliling sebentar, kami memilih salah satu angkringan di pinggir jalan. Suasananya begitu klasik: duduk berlesehan di atas tikar, menikmati hidangan sederhana, sambil ditemani alunan musik dari para pengamen yang dengan senang hati membawakan lagu-lagu romantis sesuai permintaan. *sayang sekali targetnya tak ada*
Malam Keempat
Hari terakhir di Jogja, aku, Adhit, Randy, Alif, dan Hesti sudah berjanji untuk bertemu di Sunmor pukul enam pagi. Buat yang belum tahu, Sunmor (Sunday Morning) itu semacam pasar pagi yang hanya ada di hari Minggu—tempat di mana banyak orang membuka lapak, menjual berbagai macam barang, dari pakaian sampai makanan. Nah, di sini ada sedikit kejutan karena ternyata Raisa juga ikut! *horee*
![]() |
Akhirnya lengkap sudah. |
Di Sunmor, ada satu momen yang bikin kami sedikit gimana gitu. Jadi, waktu itu kami mampir ke sebuah lapak es goreng yang promosinya pakai speaker—dan suaranya lumayan keras. Nah, tiba-tiba Raisa nyeletuk ke abang penjualnya kalau kami dari Bali. Tanpa ragu, si abang langsung ngomong di speaker, "Selamat datang teman-teman kita dari Bali! Jauh-jauh datang ke sini cuma buat beli es goreng!" Seketika, semua orang di sekitar menoleh dan menatap kami. *serasa artis*
![]() |
Lihat-lihat di Sunmor (cuma lihat). |
Oh iya, karena ini di Sunmor, aku enggak mau pulang dengan tangan kosong. Setelah berkeliling, akhirnya aku membeli sebuah snake rubik 3x3 yang terbuat dari kayu jati. Hesti memilih poster idolanya, sementara Raisa membeli gorden ungu untuk kontrakannya. Dan yang lainnya? Yak, mereka cuma nonton.
![]() |
Sarapan. |
Seusai Sunmor-an, kami lanjut mencari sarapan. Setelah itu, aku melangkah ke tempat yang selama ini bahkan tidak pernah kubayangkan akan kumasuki—RadioQ! Everyone’s favorite station. Raisa mengajak kami ke tempat siarannya, dan di sinilah aku resmi jadi korban. Aku harus menunggu di sana sampai jam 1 siang, sementara Adhit, Alif, dan Hesti pergi dengan alasan mereka belum mandi. *ide siapa sih?!*
Setelah menunggu lama, aku, Raisa, dan Randy segera menuju Happy Puppies karena yang lain sudah lebih dulu sampai di sana. Kami pun memutuskan untuk karaokean selama 2 jam, soalnya bingung juga mau wisata ke mana lagi.
Puas karaokean, perut mulai keroncongan. Bersama-sama, kami pergi ke Raminten, tempat makan dengan nuansa adat Jawa yang kental. Kalau mau makan di sini, harus booking dulu supaya bisa dapat tempat. Setelah makan, Raisa pulang karena ada urusan, sedangkan kami melanjutkan perjalanan ke Mirota, tempat berburu berbagai pernak-pernik khas yang cocok buat oleh-oleh.
![]() |
Sepulangnya dari Raminten. |
Lelah sudah ke sana kemari, tapi perjalanan kami masih berlanjut. Kali ini, kami tiba di alun-alun kota Jogja. Suasananya begitu ramai, dengan kerlip lampu dan suara tawa orang-orang yang menikmati malam.
Kami duduk beristirahat di bawah langit berbintang, di antara gelembung sabun yang terbang terbawa angin *tiba-tiba jadi puitis*. Aku bisa merasakan kelelahan di wajah mereka. Sementara itu, mataku tertuju pada sepasang pohon beringin di tengah alun-alun. Konon katanya, kalau bisa berjalan melewati celah di antara beringin dengan mata tertutup, maka akan mendapat keberuntungan. Banyak yang mencobanya malam itu, tapi tak sedikit pula yang gagal.
Sekitar satu jam di alun-alun, Raisa akhirnya datang menyusul. Kadang aku merasa gak tega juga—mereka sudah meluangkan hampir seharian penuh buat nemenin kami yang sedang berlibur di sini. Tapi di sisi lain, aku senang. Karena ada mereka, liburan ini terasa sempurna. *cius*
Untuk sesaat, aku bisa melupakan masalah hati yang selama ini diam tak mau pergi *apasih*. Tapi ketika aku sadar kalau sebentar lagi kami akan berpisah, mulutku seakan terkunci. Masih banyak hal yang ingin aku lakukan bersama mereka. Entah kapan kami bisa bertemu lagi.
Aku benar-benar akan merindukan mereka.
Love you, guys! 💙
Thankyu n' dont forget to smile!
Denpasar, 14 November 2013
Ipunk Vizard
Sadis Fotoku 2 kali do Crop
BalasHapusGak sengaja kena crop, wkwk.
Hapus