Jangan Pernah Jadi Programmer! - Dan Bacalah!

Dan Bacalah!

Sabtu, 30 November 2013

Jangan Pernah Jadi Programmer!

Seperti biasanya, pagi ini aku berangkat menuju kantor di atas jam 10 (baca: kesiangan). Setibanya, persiapkan ibu jari untuk sambutan "Terima kasih", lalu buka pintu, masuk ruangan, menyapa rekan, duduk manis, buka laptop, lalu menjawab kuesioner harian: "Bagaimana programnya?", "Yang dikerjakan kemarin sudah selesai?", "Sudah ada perkembangan tidak?", "Sudah sampai mana projeknya?". Ah, begitulah. Kehidupanku ini enggak jauh-jauh dari pertanyaan. Mau enggak mau, harus siap menjawab semua pertanyaan itu dengan meyakinkan. Kenapa? Karena aku telah memilih sebuah profesi mulia yang disebut "Programmer".

Ha? Apa? "Programmer"?

Kalau kamu enggak tahu apa itu programmer, itu adalah profesi yang kerjaannya datang telat hampir setiap hari, duduk di depan komputer dan makan gaji buta setiap bulan. Begitu kata orang sok tahu yang kerjaannya nyinyir level pegawai. Terima kasih!

Kamu bisa buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan melihat definisi "Pemrogram".

pem.rog.ram 
n yang membuat program

Dalam bahasa manusia, programmer adalah orang yang dapat dipersalahkan dari erornya sistem/program komputer di tempat kamu bekerja. Iya! Programmer adalah orang yang bisa kamu maki-maki ketika kamu ingin mencari kambing hitam atas kesalahan yang terjadi di sistem.

Ini bukan curhat ya!

Ceritanya berawal saat aku masih SD, waktu itu masih zaman batu. Anak-anak seumuranku belum ada yang pegang smartphone, belum ada yang hobinya autis sama layar masing-masing. Pun kalau di tanya soal cita-cita, jawabannya masih belum jauh dari yang namanya dokter, polisi, pilot, tentara, PNS?, dll. Dalam ketidaktahuanku yang waktu itu belum punya cita-cita, kebetulan kakakku membeli seperangkat alat komputer untuk kepentingan kerjanya. Dari sinilah aku mulai tertarik dengan komputer.

Singkat cerita, ketertarikanku itu terus berlanjut hingga bangku kuliah. Kuputuskan untuk menjadi seorang mahasiswa di salah satu sekolah tinggi komputer yang sangat populer. Bisa dikatakan demikian karena cukup banyak calon mahasiswa yang berdatangan dari luar (pulau) demi menuntut ilmu di kampusku ini.

Jika ditanya alasan berkuliah di sini, jawabanku pastilah sudah jelas. Sudah pasti karena hobi dan cita-cita menjadi seorang programmer. Tetapi, ada juga yang memiliki alasan super jenius seperti: salah jurusan, ikut-ikutan, dan yang paling parah yaitu disuruh orang tua!

Terus, apa hubungannya?

Jika dikatakan sah-sah saja jika kita bekerja di luar jurusan setelah lulus nanti, aku pun setuju. Akan tetapi, jika niatnya menjadi programmer dengan latar belakang alasan yang konyol seperti disuruh orang tua, ikut-ikutan dan salah jurusan maka segeralah bertaubat! Profesi programmer tidak semudah apa yang dinyinyirkan orang-orang awam.

Seorang programmer harus bisa segalanya. Biar kuulangi lagi: HARUS BISA MELAKUKAN SEGALANYA.

Ketika kamu mendapat projek untuk membangun sistem koperasi, selain harus menguasai bahasa pemrograman, kamu juga harus menguasi ilmu koperasi. Ketika kamu ingin merancang sistem untuk rumah sakit, kamu juga harus paham bagaimana rumah sakit beroperasi. Singkatnya, seorang programmer harus siap mempelajari banyak hal di luar bidangnya untuk bisa menciptakan program-program tersebut. Dan untuk itulah juga diperlukan rasa ingin tahu yang tanpa batas, bukan karena disuruh barulah mencari tahu.

Happiness not found.
Di luar masalah teknis, programmer juga manusia. Butuh istirahat layaknya manusia normal. Kalau pada umumnya orang kantoran bekerja delapan jam, aturan itu enggak ada artinya lagi buat programmer. Seperti curhatanku di awal, hidupmu akan penuh dengan pertanyaan yang sama: "Sudah sampai mana programnya?" Sehingga ketika jam kantor berakhir, itu artinya kamu harus lembur di rumah (lagi).

Jadi, masih mau jadi programmer?


Thankyu n' dont forget to smile!

Denpasar, 30 November 2013
Ipunk Vizard

1 komentar: