Rasanya Pulang ke Bali (Lagi)

Siapa sangka setelah bertahun-tahun bekerja sampai lupa pulang, akhirnya kuberanikan diri untuk ... naik pesawat lagi. **uhuk** **bukan sombong**


Naik pesawat sebenarnya bukanlah hal yang luar biasa, tahun kemarin pun sebenarnya aku baru saja pulang ke Bali dengan pesawat yang biayanya 100% ditanggung kantor. Sesuatu yang bisa dibilang sangat tidak terduga, ada perusahaan sebaik ini ke para pekerjanya.


Lalu, apa yang membuat naik pesawat (lagi) jadi luar biasa?


Kita harus mundur dulu ke tahun 2019, tahun di mana aku dan keluarga kecilku memutuskan untuk merantau ke kota besar. Tepat di hari keberangkatan kami, suatu musibah terjadi. Tiket pesawat si*nga untuk 3 orang hangus. Maskapai yang biasanya hampir selalu delay itu pun berangkat lebih awal sekitar 30 menit dari jadwal yang seharusnya. Dalam hati kecilku rasanya marah, sebab sebelum check-in pesawat tersebut ditutup, kami sudah berada di antrean sekitar 15 menit sebelumnya. Hanya saja waktu itu antreannya panjang, jadi cukup memakan waktu. Bisa dibilang kesalahan mungkin ada padaku yang terlalu mengiyakan waktu, tetapi aku juga masih kesal jika ingat "tidak adanya pengumuman yang jelas" kalau pesawat tersebut akan segera berangkat. Saat itu staf maskapai hanya meneriakkan kode penerbangan saja, tanpa adanya informasi tambahan. Pikirku ya santai saja dulu, karena kami sudah berada di barisan check-in.


Kami pun dengan terpaksa membeli kembali tiket untuk 3 orang, sebab staf maskapai tidak mau membantu sama sekali. Bisa dibayangkan mahalnya harga tiket untuk keberangkan di hari yang sama. Mereka telah sukses membuatku benci sebenci-bencinya dengan maskapai ini.


Kurang lebih hampir 5 tahun berlalu sejak saat itu, akhirnya kuputuskan untuk pulang ke Bali bersama mantan pacar dan anaknya yang lucu. Tadinya aku merasa malas untuk pulang, tetapi setelah berdebat cukup keras, kami pun sepakat untuk menghabiskan libur panjang sekolah di Bali. Tidak perlu kujelaskan lagi kenapa aku merasa malas, masih ada rasa trauma yang membekas di hati.


Berburu Tiket Pesawat


Hal pertama yang perlu disiapkan dengan sangat matang adalah tiket pesawat pulang dan pergi. Tentu saja aku tidak akan sudi memilih maskapai itu lagi. Setelah sekian lama tidak update soal pertiketan, ternyata harga tiket pesawat sudah tidak semurah dulu. Rentang harga tiket pesawat Jakarta-Bali dan sebaliknya berada di kisaran 900 ribu hingga 1 jutaan. Terbilang mahal untuk masyarakat kelas bawah sepertiku, tapi yasudahlah.


Kuputuskan untuk mengambil penerbangan sore dan malam. Belajar dari banyak kesalahan, bepergian dengan wanita itu harus mengantisipasi yang katanya dandan sebentar tapi berjam-jam.


Keberangkatan


Hari yang ditunggu pun tiba, semuanya berjalan dengan cukup baik. Taksi yang kupesan sehari sebelumnya pun datang tepat waktu. Hanya saja aku lupa kalau di Jakarta perlu mempersiapkan e-money untuk pembayaran tol.


Kami sampai di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta sesuai perkiraan. Tidak ada drama macet dan semacamnya, ya walaupun kami sudah bersiap dengan berangkat 3 jam sebelum jadwal pesawat.

Kesayangan.

Sesampainya di Bali


Penerbangan ke Bali memakan waktu kurang lebih 2 jam. Setibanya di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, kami bergegas mencari taksi. Seingatku, dulu hanya ada taksi bandara yang harganya di luar nalar, tetapi syukurlah saat ini sudah ada taksi online dengan harga yang sama dengan di aplikasi.


Selama perjalanan menuju rumah mbahnya anak istriku, aku menyadari banyak sekali perubahan yang telah terjadi dalam 5 tahun terakhir. Salah satunya adalah jalanan yang macet parah. Bisa kubilang ini lebih parah daripada macet Jakarta. Perjalanan dari bandara ke rumah normalnya memakan waktu sejam, tetapi kali ini menjadi hampir 3 jam.


Menyewa sepeda motor


Karena kami sudah tidak memiliki kendaraan pribadi lagi, maka menyewa kendaraan adalah opsi terbaik demi menghemat pengeluaran. Tadinya kami berpikir untuk menggunakan ojek online saja, tetapi nyatanya tidak efektif karena di samping harganya yang cukup mahal, daftar tujuan bepergian kami pun cukup banyak. Oh iya, buat yang belum tahu, hidup di Bali itu wajib punya kendaraan pribadi, kendaraan umum di sini belum bisa diandalkan.


Untuk dapat menyewa sepeda motor sebenarnya tidak sulit bagi para wisatawan, karena salah satu syaratnya adalah menginap di hotel atau vila. Pengusaha rental rata-rata tidak mengizinkan non-wisatawan dan atau orang-orang yang mengaku wisatawan tetapi tidak menyewa penginapan. Dari informasi yang kami peroleh, alasan tersebut sebenarnya demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyewa yang dengan sengaja berniat buruk membawa kabur motor sewaan.


Sialnya, kami tidak sedang menginap di hotel. Dari sekian banyak rental motor yang kami hubungi akhirnya ada satu yang mempermudah urusan kami. Dengan tarif 100 ribu per hari, motor yang kami pilih pun diantar ke rumah. **hore**


Tujuan #1: Makan lumpiang di pantai


Setelah mendapatkan motor sewaan, hal pertama yang sangat ingin kulakukan adalah ... makan lumpiang. Siapa sangka akan serindu ini dengan makanan khas Bali yang satu ini. Teksurnya yang krispi dipadu bumbu asam manis dan pedasnya potongan cabai rawit yang dipotong dengan gunting, sangat cocok dinikmati sambil duduk di atas pasir pantai. Kami mendapatkan lumpiang dengan sangat mudah di pantai karang; salah satu pantai yang masih berada di deretan pantai sanur. Harga seporsi lumpiang sangatlah terjangkau, yaitu 5 ribu rupiah saja.

Satu mana cukup?

Tujuan #2: Main kano bersama mantan pacar


Karena mantanku ini selalu bilang belum pernah main air di pantai, munculah ide untuk main kano saat itu juga. Kebetulan di pantai karang ada penyewaan kano yang cukup terjangkau, untuk satu kano besar dipatok 50 ribu per jam. Kami pun kencan berdua di atas air laut selama sejam.

Mantan pacar.

Tujuan #3: Main sepeda di pantai


Berhubung anaknya mantan suka banget main sepeda, jadilah kami bertiga menyewa sepeda di pinggir pantai **ya iyalah di pinggir**. Harga satu sepedanya 30 ribu untuk 2 jam, sangat cukup untuk dipakai menelusuri pinggiran pantai karang, sindu, segara dan sanur dari ujung ke ujung.

Kring-kring-kring ada sepeda.

Tujuan #4: Mengunjungi rekan


Karena hidup di dunia ini tidak bisa seenak jidat, menjalin silaturahmi sangatlah penting. Selagi orang yang kita cari masih bisa ditemui, ada baiknya meluangkan waktu untuk menjalin komunikasi.


Kalau pun sudah tidak ada lagi yang mau bertemu dengan kita, ya sudah. Setiap cerita pasti punya jalannya masing-masing. Satu hal yang harus selalu ditanamkan di dalam hati adalah, jangan terlalu berharap agar tidak jatuh karena kecewa.

Kebab asli buatan orang turki.

Apalagi?


Sebenarnya masih ada beberapa hal yang belum bisa kuceritakan, karena terlanjur lupa dan memang tidak ada niatan untuk dokumentasi. Tapi aku sangat beryukur, setidaknya masih diberi kesempatan untuk melangkahkan kaki di pulau yang penuh dengan kenangan ini lagi. Walau rasanya sudah tidak seperti dulu.



Thankyu n' dont forget to smile!

Jakarta, 31 Juli 2024


Ipunk Vizard

2 komentar

  1. Kapan2 kalau ada liburan ajak lagi istri n anak main lagi ke Bali punk... Plus makan kebab dan kue kue asli turki bikinan kami 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap, Mbak. Nanti kami datang lebih awal biar kebagian kebab sapi dan ayamnya. 😁

      Hapus